Tuesday, December 20, 2016

EUPHORIA MUNAQASAH



*rasanya gatel buat nggak ceritain ini di sini.*
Jadi, sejak mulai mengurus sidang 14 Oktober lalu, akhirnya aku bisa ujian skripsi tanggal 14 Desember kemarin. Iyaps, 2 bulan banget sejak masa-masa dapet ACC dari dosen pembimbing. Selama itu, bolak-balik dari rumah ke kampus—which is, Bekasi-Ciputat, sampai di kampus urus dan ikutin prosedural birokrasi baru yang benar-benar ngalor-ngidul, lari ke sana-ke sini uber dosen & tanda tangan, satu bulan di antaranya khusus TOAFL—berikut dengan nunggu hasilnya, ngadep dosen ini-itu yang berakhir saat keluar ruangan mereka rasanya makan hati, kebijakan orang TU yang nggak satu suara sama KaProdi dan Dekan, sempat nangis saat satu minggu pasca pengurusan berkas di depan Kaprodi karena capek datang ke kampus cuma dikerjain orang TU—plus ditambah kalimat nyelekit dari Bapak Kaprodi yang aduh banget nusuknya, dan sederetan perasaan hopeless lainnya yang sempat nempatin pada titik, “Udah lah, gue udah ACC ini. Terserah mau sidang apa nggak deh!”
But still, untuk beberapa alasan; diri sendiri, orang tua, dan orang-orang tersayang, rasanya punya kekuatan sendiri buat bergerak sampai garis finish. Meski aslinya, udah kehabisan napas.
Terima kasih untuk Allah SWT, orang tua—yang sabar banget meski mungkin anaknya yang satu ini pulang dalam keadaan wajah mengerut, banyak pihak (and this post dedicated to bunch of thanks of many—lovely—peoples) untuk semua support, doa, hal-hal kecil yang ngademin hati meski lagi emosi-emosinya, much stories to tell selama drama perskripsian ini (Skripsi kayaknya nggak afdol kalau nggak drama, yes? :’)).
Untuk teman-teman yang baik hatinya; Alia, yang telaten banget dari zaman ngedit skripsi, tempat curhat banyak hal sekaligus yang ngegambarin alur perskripsian, dunia pasca jadi sarjana, juga passion dan prioritas di masa depan. Nuyuy, yang dari zaman ACC bareng-bareng, sampai berpikir bakalan sidang bareng, ternyata ketahan gara-gara kebijakan TOAFL yang galaknya ngalahin satpol PP =)) Finally we found our finish line, Nuy. Nikah deh lo sana! =)) Chibi, yang ketemu di jalan pasca ACC dan berakhir segeng sama aku dan Nuyuy dalam hal dunia per-TOAFL-an. Lele, yang kosannya dijarah lalu dipakai buat gosip panjang sebelum TOAFL tentang birokrasi kampus. Danty, yang keep follow up kabar dari zaman berkas sama-sama ketahan di TU sampai ngadem-ngademin saat panik sebelum sidang.
Habibi, yang rajin nyaris tiap hari nanya, “Al, di mana?” atau, “Al, hari ini lo ke kampus?”, lalu yang nungguin kalau dia udah sampai duluan, tapi giliran aku yang sampai kampus duluan, dia malah bilang, “Subhanallah, bisa cepet juga lo.” Siyal! =)) Yang dari awal udah rencana bakal sidang bareng, terus sempet hopeless karena mikir salah satu dari kami yang bakalan sidang dulu, sampai akhirnya ternyata berjalan sesuai rencana. Cihuy! ;) Akbar, yang ngebantu banyak dalam drama per-TOAFL-an, drama-drama di TU, keep contact tentang dosen penguji dan dapat hari apa ujiannya, ketar-ketir di gedung auditorium pas lagi SAA, thank you so much, Pak Ketu! A Nizar, master shifu-nya dunia shorof dan nahwu beserta teman-temannya, yang selama weekend sebelum sidang rela di-tag dari siang sampai malam buat belajar—meski yang terjadi adalah belajarnya 60% sementara sisanya malah ketawa-ketiwi; ngomongin karya, film animasi, gambar-gambar dan warna, program-program tv, impersonate dosen-dosen, masa-masa kuliah di semester awal—meski juga, yang terjadi selanjutnya, dia yang lebih ngerti skripsi aku dibanding aku sendiri, yang ngerasa semakin belajar, tuh skripsi semakin kehilangan identitas. Doi kece parah emang! :’)
Juga untuk Adiba, Faris Mujrim, Mustika, Teh Risa, Yayah, Farhany, Zaki, Hafiz, Ka Faris 2010, Gladi BSI, Tansis, Mia, Furqon, Dita, Indah, Rahil, Ichabunch of thanksss to y’all, Guys! :*
Kalau ditanya apa hal yang paling seru di sela-sela drama pertumpahan darah, air mata, peluh, dan lemak-lemak (?), sebenarnya banyak! Ada banyak hal yang patut disyukuri selama dua bulan ketahan ini; jadi ada bonding antara teman-teman seangkatan, yang dulunya hanya sebatas sapa-menyapa di koridor, sekarang jadi belajar bareng, saling support on every step of drama. Karena kebetulan satu kloter sama cowok semua, dan waktu sidangnya dekat-dekatan, mau nggak mau bareng; belajar, urus konsumsi, sasaran empuk kalau udah ada yang keringetan karena grogi (mereka orangnya nyeleneh-nyeleneh, btw. Jadi bullyable banget), coret-coret skripsi sendiri—dan skripsi temannya—pakai na’t-man’ut, mudhaf-mudhaf ilaih, mubtada’ khobar. Paling lucu kalau para cowok nyeleneh itu udah debat (biasanya ini Habibi sama Akbar) soal tarkib, lalu ditengahi Nizar dengan gaya master shifu-nya dan mereka jadi manutan.

Some other side, untuuuung nggak sekloter sama cewek dalam hal ini. Nggak kebayang gimana dramanya di tengah panik gini. Meski satu sisi, pengin ngejitak mereka satu-satu kalau jailnya kumat; kalau ditanya apa, jawabnya apa. -_-
Di sebelah; Habibi, di depan; Nizar, di samping Nizar; Akbat. Behind the scene; lagi pada deg-degan H-1 sidang.

*
*jump to cerita sidang*
Setelah dikasih tau Bapak Sekjur bakalan ujian hari apa dan siapa pengujinya, sejak hari itu pula rasanya deg-degan nggak keruan, susah tidur, panik, takut ini-itu, tegang, mules, kehilangan nafsu makan—yang berakibat makan seingatnya sekali. Ada sensasi tersendiri selama ngerasain hal itu semua harus belajar juga buat persiapan—meski yang terjadi adalah pause beberapa kali, “A Nizar, deg-deganku kumat ini. Mari kita intermezzo!” Selanjutnya dia buka laptop, dan buka beberapa aplikasi tentang animasi. Doi yang ngajar gitu kayaknya isi kepalanya nggak rumit, atau mungkin karena doi master shifu itu inner peace-nya kece ya?
Beruntung dosen pengujiku super friendly. Pak Ulil sama Pak Bahmid—sempat bikin Akbar envy masalah ini. =)) Keduanya asyik diajak ngobrol saat aku kasih surat buat ketersediaan sebagai penguji. Pak Ulil bilang, “Santai aja, setega-teganya dosen nggak bakalan kasih nilai jelek banget.” Sedangkan Pak Bahmid, begitu beliau menyatakan ketersediaan, beliau nanya namaku, yang kemudian disusul pertanyaan lanjutan, “Oh, kamu… anaknya Malik?”
Habibi di belakang cekikikan.
Aku, dengan berusaha se-cool mungkin, bilang, “Pak, itu Alfiyah ibnu Malik.” -_-
Lalu Pak Bahmid tertawa. Candaannya profesor emang beda. Untung ngeh! =))
Besokannya, beberapa jam sebelum sidang, kami bertemu lagi dan beliau nanya asalku dari mana setelah lihat nama belakang. Lalu kami malah bicara soal Manado dan makanan favorit kami… di kubikel Sek-Jur, sementara Bapak Sek-Jurnya justru ke ruang sidang. Oke, topik makanan bisa-bisanya bikin ngedistrak, meski lawan bicaraku adalah bapak profesor slash dosen penguji nanti. Okelah, anggap aja gladi resik pra-munaqosah.
Di antara bapak penguji, bapak kaprodi, n sekprodi.
 
Pantesan ditanya banyak sama si Bapak... muka oh mukaaaa judesnyaaaa

Saat munaqosah, aku ngerasa kehipnotis di bangku sidang; ngerasa nggak ngeh tadi ngomong apa, ngejawab apa, sampai-sampai nyaris lewat setengah waktu baru sadar… ini daritadi ngomong Bahasa Arab terus ya? Dan baru ngehnya begitu tenggorokan ngerasa kering sendiri—mungkin karena banyak belibetnya. Mana lupa naroh air botol di meja, rasanya mau cut dulu buat minum! =)) semuanya berasa refleks karena sedari awal dibuka pakai Bahasa Arab, lalu keterusan.
“Kamu dari pondok mana?” tanya Bapak Kaprodi—pakai Bahasa Arab, tentunya, begitu kami kelar foto, dan aku dalam hati, duh, maata yamuutu deh gue. Pasti tadi ngomong banyak yang salah. Bapaknya lupa kalau kami satu almamater, mending ngaku apa nggak?
Tapi aku milih jujur, kusebutkan asal sekolahku dulu.
Dan ternyata, obrolan soal sekolah itu nggak berhenti di situ. Begitu aku antar konsumsi ke ruangan beliau, beliau bertanya lagi.
“Kamu di sana, jurusan apa?”
“M.A.K, Pak.” Serius, di sini rasanya masih deg-degan. Kemungkinan yang buruk-buruk udah bersarang di kepala. Ini gue dilulusin nggak nih? :((
“Suka jadi juara waktu di sana?”
Eu… aku lupa definisi juara itu apa. Sampai akhirnya ngeh, itu refers-nya ke ranking sekolah. “Nggak, Pak. Naik-turun gitu. Hehehe.”
“Kamu udah bagus bahasanya, kalau bisa tathawwur (dikembangkan), biar lebih bagus lagi.” Lalu bapaknya mengucapkan kalimat yang bermakna serupa, diulang-ulang.
Sementara aku, di kepalaku, sedang sibuk nyiapin twist. *efek kebayang dua bulan lalu ngadep beliau endingnya nangis, sekarang malah jadi siapin diri.*
Tapi ternyata nggak, akhir pertemuan kami adalah kalimat motivasi setelah kalimat pujian dari si Bapak, yang aku masih ngeh-nggak ngeh bisa mendengar itu langsung, untukku, dari beliau. Ya Allah, Pak, maafkaaan… mahasiswimu malah suuzhon terus. :’( Itu rasanya pas keluar dari ruangan Kaprodi, mau nari For the First Time In Forever-nya Princess Anna Frozen di sepanjang koridor lantai 5—untung inget umur. :’)
Ngelewatin hari itu rasanya masih mimpi. Niat nggak mau ditonton siapa pun pas sidang, ternyata banyak teman-teman yang dateng, sampai ada yang nunggu di luar ruangan karena nggak ada bangku. Dapat banyak surprise dari banyak orang yang tak terduga—paling pecah dibawain balon S.S, sih. Padahal aku kan aslinya S.Hum. =)) Hari itu, yang awalnya mikir, berlalu kayak apa aja deh yang penting lulus, jadi hari yang bikin super terharu. One of my favourite days everrr! :’)
Ciwi-ciwi sains pelaku pembawa balon S.S. Pas difoto jadinya 22. Anggep aja sesuai umur lah yaaaa =))
 
Geng DN 34 yang lagi kumpul--minus Inggit. :(
 
Nuy! The one who is first huggin' in me when i finally did my exam.

Disclaimer: yang di tengah mukanya bullyable banget. Efek lagi panik-paniknya mau sidang besok! =))

*

“Al, gue mau nangis. Usaha kita selama dua bulan terbayar juga,” chat Habibi, sehari setelah sidang, yang tentu aja pakai emot bercucuran air mata.
Karena yang chat itu dia, ide jailku muncul, “Air mata lo udah keluar belom? Kalo udah fotoin ke gue sini.”
“Belom.” Lalu emotnya menyeringai. “Emang lo nggak sedih apa? Aaahhh wanita tidak berperasaan. Cowok aja berperasaan.”
Aku ngakak, meski rasanya mau ngejitak orang itu kalau ketemu!
Honestly, I do. Saat sampai rumah, liat gunungan kertas revisian, print-print-an gagal, coret-coretan dosen mana yang harus diperbaiki, rasanya baper sendiri. Dalam hati, “I did it.” Masih nggak percaya bisa ngelewatin ini juga. Saatnya tarik napas, dan semangat revisian! ;))
-AF


No comments: